Oleh :
[ArtikelKeren] TAJUK RENCANA - Sebentar lagi Riau akan memiliki pemimpin baru. Gubernur pilihan suara terbanyak tentunya. Namun tentunya kita tidak ingin Riau terus terjebak dengan soal yang sama itu ke itu saja setiap tahunnya.
Terutama dua hal yang bikin rakyat Riau pusing saat ini adalah asap dan krisis energi listrik.
Dua problem ini bukan persoalan baru. Selalu saja terjadi dari tahun ke tahun siapapun yang memimpin Bumi Lancang Kuning ini.
Ada banyak dalih yang bisa dikemukakan oleh pemimpin Riau soal yang dua ini. Mulai dari faktor alam, cuaca, luasnya Riau dan aneka dalih lainnya ketika dua soal ini menerpa masyarakat.
Asap misalnya sudah sangat meresahkan. Pusat Pengelolan Ekoregion Sumatera di Pekanbaru menilai tingkat Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di Riau sudah di atas ambang batas normalnya dan masuk katagori sangat tidak sehat, Rabu (28/9).
Berdasarkan pantauan mereka di beberapa daerah seperti Pangkalan Kerinci, ISPU sudah mencapai 222 atau dikategorikan sangat tidak sehat. ISPU ditetapkan berdasarkan 5 pencemar utama, yaitu CO, SO2, NO2, Ozon permukaan (O3) dan partikel debu (PM10). Di Pekanbaru, ISPU mencapai 171 atau kategori tidak sehat. Jika dilihat secara umum, kondisi udara di Riau sudah di ambang batas normal. Kondisi udara tidak sehat 101-199.
Yang bikin kita jengkel ketika jumlah hot spot di Provinsi Riau cukup fantastis terpantau melalui satelit NOAA 18, Rabu (28/8). Pada monitoring sekitar pukul 05.00 WIB, sebanyak 575 hot spot terpantau mengepung Provinsi Riau.
Sedangkan Pulau Sumatera terpantau 723 hot spot. Bayangkan hampir 80 persen titik api di Riau. Dan itu terus berulang-ulang seolah tak bisa dihentikan. Dari 575 titik itu, terdapat di 10 kabupaten/kota, Pekanbaru dan Kepulauan Meranti sama sekali tidak terpantau.
Rasanya kita sudah berkali-kali disuguhi fakta ini tiap kali kabut asap marak. Sebenarnya bukan ini yag kita inginkan tetapi sebuah pola teruji, terukur yang harusnya sudah bisa diterapkan setiap pemimpin di kabupaten/kota dan provinsi dalam mengantisipasi bencana yang sudah berkali-kali ini.
Tentunya dari pemimpin yang tegas dalam menerapkan hukum dan visioner mengatasi masalah serupa ke depannya.
Sedangkan persoalan krisis energi listrik kasusnya juga hampir sama. Faktor alam. Debit air pemutar turbin turun sehingga daya pasok menurun drastis.
Solusinya dari dulu kita juga sudah tahu yakni bangun pembangkit baru. Begitu terus bila masalah menerpa. Kita perlu pemimpin yang benar-benar problem solving menghadapi masalah. Termasuk dua masalah klasik Riau ini.
Berkali sudah suksesi terjadi namun dua masalah ini juga lebih sering dari suksesi. Jika pemimpin sama tak berdayanya dengan yang dipimpin, alamatlah kapal akan tenggelam.
Semoga tidak. Mudah-mudahan muncul pemimpin yang benar-benar pemimpin dan bukan hanya sebatas berhasil menggapi jabatan pemimpin.***
Terutama dua hal yang bikin rakyat Riau pusing saat ini adalah asap dan krisis energi listrik.
Dua problem ini bukan persoalan baru. Selalu saja terjadi dari tahun ke tahun siapapun yang memimpin Bumi Lancang Kuning ini.
Ada banyak dalih yang bisa dikemukakan oleh pemimpin Riau soal yang dua ini. Mulai dari faktor alam, cuaca, luasnya Riau dan aneka dalih lainnya ketika dua soal ini menerpa masyarakat.
Asap misalnya sudah sangat meresahkan. Pusat Pengelolan Ekoregion Sumatera di Pekanbaru menilai tingkat Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di Riau sudah di atas ambang batas normalnya dan masuk katagori sangat tidak sehat, Rabu (28/9).
Berdasarkan pantauan mereka di beberapa daerah seperti Pangkalan Kerinci, ISPU sudah mencapai 222 atau dikategorikan sangat tidak sehat. ISPU ditetapkan berdasarkan 5 pencemar utama, yaitu CO, SO2, NO2, Ozon permukaan (O3) dan partikel debu (PM10). Di Pekanbaru, ISPU mencapai 171 atau kategori tidak sehat. Jika dilihat secara umum, kondisi udara di Riau sudah di ambang batas normal. Kondisi udara tidak sehat 101-199.
Yang bikin kita jengkel ketika jumlah hot spot di Provinsi Riau cukup fantastis terpantau melalui satelit NOAA 18, Rabu (28/8). Pada monitoring sekitar pukul 05.00 WIB, sebanyak 575 hot spot terpantau mengepung Provinsi Riau.
Sedangkan Pulau Sumatera terpantau 723 hot spot. Bayangkan hampir 80 persen titik api di Riau. Dan itu terus berulang-ulang seolah tak bisa dihentikan. Dari 575 titik itu, terdapat di 10 kabupaten/kota, Pekanbaru dan Kepulauan Meranti sama sekali tidak terpantau.
Rasanya kita sudah berkali-kali disuguhi fakta ini tiap kali kabut asap marak. Sebenarnya bukan ini yag kita inginkan tetapi sebuah pola teruji, terukur yang harusnya sudah bisa diterapkan setiap pemimpin di kabupaten/kota dan provinsi dalam mengantisipasi bencana yang sudah berkali-kali ini.
Tentunya dari pemimpin yang tegas dalam menerapkan hukum dan visioner mengatasi masalah serupa ke depannya.
Sedangkan persoalan krisis energi listrik kasusnya juga hampir sama. Faktor alam. Debit air pemutar turbin turun sehingga daya pasok menurun drastis.
Solusinya dari dulu kita juga sudah tahu yakni bangun pembangkit baru. Begitu terus bila masalah menerpa. Kita perlu pemimpin yang benar-benar problem solving menghadapi masalah. Termasuk dua masalah klasik Riau ini.
Berkali sudah suksesi terjadi namun dua masalah ini juga lebih sering dari suksesi. Jika pemimpin sama tak berdayanya dengan yang dipimpin, alamatlah kapal akan tenggelam.
Semoga tidak. Mudah-mudahan muncul pemimpin yang benar-benar pemimpin dan bukan hanya sebatas berhasil menggapi jabatan pemimpin.***
Sumber : riaupos.co
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.